Bersiaplah! Pustakawan dan Arsiparis Akan Menghadapi Badai Artificial Intelligence.

Bersiaplah! Pustakawan dan Arsiparis Akan Menghadapi Badai Artificial Intelligence.

Dunia Perpustakaan | Belum selesai perdebatan mengenai apakah lebih baik membangun perpustakaan/arsip konvensional atau digital, bahasan big data di ranah perpustakaan, sensorship.
kini sudah muncul lagi salah satu adopsi teknologi baru artificial intelligence (AI) atau biasa disebut kecerdasan buatan yang perlu diwaspadai oleh pekerja di bidang informasi dan dokumentasi dalam waktu dekat.
AI dalam bahasan dunia teknologi informasi bukanlah produk riset baru-baru ini, bahkan perjalanan pengembangan dan disiplin ilmu AI telah dimulai sejak tahun 1956.
Namun munculnya produk-produk AI dalam beberapa tahun belakangan ini semakin serius untuk digarap ke berbagai lini industri, seperti retail, penerbangan, logistik, pasar modal, robotik, dan tentu saja industri informasi.
Salah satu hal yang perlu diketahui juga bahwasannya AI dapat menggantikan profesi Anda di masa depan.
“Sementara mayoritas orang menolak kehadiran inovasi teknologi
ke dalam bisnis karena memukul bisnis tradisional, dan institusi yang terlibat membuat Undang-undang dan Hukum belum mengerti benar apa yang sesungguhnya terjadi.” – Kukuh, Founder botchatid.com

AI menggantikan profesi? Bagaimana mungkin?

Pada bulan Maret yang lalu dunia dikejutkan dengan sebuah robot dari Jepang yang hampir saja memenangkan penghargaan (awards) nasional bergengsi di bidang literatur (sumber) dengan menggunakan kecerdasan buatannya.
Bisa ditebak, tentu saja para penulis mengkritik apa yang telah dihasilkan oleh robot tersebut.
Kemudian pada bulan Mei kemarin sebuah berita muncul lagi dengan judul “AI Teaching Assistant Helped Students Online—and No One Knew the Difference“, yang membuktikan bahwa suatu saat (mungkin) AI dapat menggantikan profesi pengajar.
Seperti dilansir BBC, ada beberapa profesi lainnya yang suatu saat bisa digantikan oleh AI yaitu dokter, supir (self-driving cars) dan jurnalis (sumber).

Ancaman AI Kepada Pustakawan dan Arsiparis

Dapatkah kita membayangkan, apabila pengunjung (user) memasuki ruang buku perpustakaan lalu Ia pergi ke meja layanan dengan tampilan monitor besar.
Tanpa ada kurator manusia disana, pengguna langsung mengucapkan, “Saya ingin mencari buku dan berita terbaru mengenai Manajemen Bisnis, dimana ya lokasinya?“, maka komputer akan membalas dengan menampilkan posisi buku/arsip yang diminta.
Bersamaan dengan itu, kemudian komputer tersebut berinteraksi dengan menambahkan rekomendasi koleksi lainnya yang seragam menggunakan algortima AI tanpa memerlukan pengetikan di keyboard sekalipun, sama halnya seperti Siri di iOS atau Google Now di Android. PwC bahkan menyebutnya sebagai Ubiquitous Intelligence.
Disamping itu, dari sisi teknologi saat ini banyak sekali daftar open source untuk membuat apps berdasarkan AI; Deep Learning, NLP , Machine Learning.
Tidak terbayangkan jika nanti developer aplikasi atau programmer menggunkaan open source tersebut dan dalam waktu satu hingga dua tahun, akan ada ribuan aplikasi berbasiskan AI yang bisa menggantikan fungsi customer services, sales, security, assitant , data scientist, dan consultant.
Google yang dikenal oleh sebagian pustakawan atau arsiparis adalah ancaman karena menyediakan mesin pencari yang telah memusnahkan kartu katalog, sekarang sedang berfokus kepada pengembangan AI dan machine learning (sumber). 
Apa rencana yang akan Anda lakukan selanjutnya?

Hadapi

Lalu dimana posisi pustakawan dan arsiparis ketika masa tersebut telah datang? Dan teknologi informasi tidak hanya sekedar OPAC atau DMS?
Tindakan yang paling ideal adalah mempersiapkan kemampuan kita untuk memberikan pelayanan yang lebih baik daripada apa yang bisa dilakukan oleh AI, dengan mengembangkan potensi diri dan tidak alergi dengan inovasi dan perubahan.
Seperti yang telah disebutkan, bahwa AI hanya bisa spesifik kepada salah satu pekerjaan rutinitas (sebenarnya bisa dilatih, namun pengadopsian yang cenderung lambat dan tidak applicable), sedangkan berbeda dengan manusia yang memiliki pengetahuan dan kemampuan yang luas untuk menguasai berbagai bidang.
Kembali lagi kepada melatih penguasaan teknologi informasi dan membaca lebih banyak wawasan di luar sana, sehingga kolaborasi antar multidisplin ilmu sangat memungkinkan.
Bukan hanya pustakawan dan arsiparis sebagai user, namun sebagai inovator dan leadership, dengan melakukannya sepenuh hati dan cinta. Dalam pendapat saya, inilah kekuatan manusia yang mampu menyaingi AI.

Tambahkan Komentar Sembunyikan